Wednesday, January 9, 2019

Saling Tuduh, Warga Lakukan Sumpah Pocong

Ritual sumpah pocong dilakukan oleh warga di masjid Madegan, Sampang. foto/madurasatu

SAMPANG - Dua orang warga Desa Pangareman, Kecamatan Ketapang, Sampang melakukan sumpah pocong di masjid Madegan.

Sumpah pocong dimaksud dilaksanakan atas permintaan Suma'i dan Punirah. Keduanya berselisih paham karena setiap kali ada warga desa yang mengalami sakit di Desa Pangereman, Kecamatan Ketapang, sebagian masyarakat langsung menaruh curiga kepada Suma'i.

"Agar tuduhan santet ini tidak terus-terusan terjadi di desa kami, maka kami atasnama aparat desa membawa keduanya untuk melakukan sumpah pocong. Sebab jika hal ini dibiarkan takut menimbulkan konflik," kata Bonisan, Kepala Desa Pangareman, Rabu (9/1/2019).

Selama ini kata Bonisan, oleh sebagian warga, Suma'i diyakini memiliki ilmu hitam atau santet yang diamalkan untuk menyakiti pihak lain. Namun demikian, dirinya sebagai kepala desa tidak bisa gegabah dalam menentukan sikap atas tuduhan tersebut.

"Agar tuduhan santet yang mengarah kepada Suma'i ini tidak berujung pada konflik dan segera menumukan titik terang. Maka kedua belah pihak bersepakat menempuh sumpah pocong untuk mencari kebenaran dan mengahiri perselisihan, sebab selama ini, setiap kali ada orang sakit di desa saya, yang dicurigai pasti pak Suma'i, kasihan juga kan," terangnya.

Bonisan berkeyakinan, sumpah pocong bisa menunjukkan kebenaran atas prasangka atau saling tuduh yang tidak benar, karena penuduh dan yang dituduh akan menerima konsekuensi magis atas sumpah yang diucapkan. Selain itu sumpah pocong diyakini dapat menekan terjadinya konflik, seperti carok dan lain sebagainya.

"Konsekuensi magis yang diyakini masyarakat dari proses sumpah pocong ini, yang berbohong akan menerima karma buruk hingga kematian. Makanya untuk menghentikan saling tuduh itu, kedua warga saya bersepakat melakukan sumpah pocong, " timpalnya.

Takmir masjid Madegan, H. Hasin menuturkan, sumpah pocong dipercaya dan diyakini sebagai solusi untuk mengahiri perselisihan antar warga. Biasanya warga yang melakukan sumpah pocong ini karena tuduhan santet, perselingkuhan dan pencurian serta lain sebagainya.

Kata dia, ritual sumpah pocong sangat sakral, pihak yang menuduh dan tertuduh secara bergantian mengucapkan sumpah dengan posisi seperti orang yang telah meninggal. Termasuk mamakai kafan dan berbaring layaknya orang meninggal, kemudian di atas tubuh orang dimaksud di letakkan Al Quran kuno yang merupakan salah satu peninggalan leluhur.

"Selanjutnya, kedua belah pihak bersumpah dengan melakukan pengakuan dan harus siap atas segala resiko yang akan diterima. Biasanya, pihak yang terbukti bersalah dan benar melalui sumpah pocong ini hasilnya akan terlihat beberapa hari kemudian," ujarnya.

Salah satu konsekuensi dari sumpah pocong, sambung H. Hasin, yang terbukti bersalah dalam sumpah pocong akan mengalami karma buruk, mulai dari kematian, cobaan yang bertubi-tubi hingga sakit-sakitan.

Konon menurut H. Hasin, sumpah pocong dipercaya sebagai salah satua cara dalam menemukan kebenaran dari permasalahan yang terjadi di tengah-tengah masyarakat. Sedangkan tempat yang dipilih adalah masjid Madengan.

Dikalangan warga Madura, masjid Madegan dikenal sebagai masjid yang sarat mistis. Apalagi masjid dimaksud diyakini sebagai masjid tiban yang kemudian dijadikan tempat ibadah oleh raja-raja dan para wali di jawa timur.

Keunikan masjid Madegan yang mudah dipandang secara kasat mata adalah empat tiang penyangga utama masjid yang tampak doyong atau miring. Namun demikian bangunan masjid tetap utuh dan tidak goyang. (moch/ros)

Labels: ,

0 Comments:

Post a Comment

Subscribe to Post Comments [Atom]

<< Home